.
Pada dasarnya, penerapan syariah Islam dalam berbagai aspek merupakan keinginan banyak muslim, termasuk dalam aspek tata negara dan politik pemerintahan. Syariat, yang mencakup aspek perseorangan, jamaa'ah, perdata, hingga pidana, merupakan formula pengkapsulan masyarakat muslim agar terhindar dari fitnah dunia.
.
Dalam konteks Indonesia, kalaupun minim terlihat upaya ulama dalam politik praktis mensyariahkan peraturan, mereka telah berusaha sedari dulu agar ummat Islam tidak dirugikan dan dihalang-halangi dalam menerapkan syariat. Pendek kata, para ulama telah berjuang agar peta peraturan Indonesia tidak merugikan syariat Islam.
.
Tapi, apalah daya. Gerakan ulama yang berjalan di ranah politik secara halus ini terganggu dengan sebagian saudara yang bermain kasar. Mereka dengan terang-terangan mengaku akan menegakkan syariah dan menganggap bahwa syariah adalah jalan terbaik.
.
Apa dampaknya? Penegakan syariat menjadi momok hitam bagi orang yang belum paham apa itu syariat. Mereka justru menuding bahwa kelompok pengusaha syariat ini sebagai anti Pancasila, anti demokrasi, dan berusaha merubah NKRI.
.
Dampak lain adalah ekstrimitas agama lain yang juga muncul. Ketika Islam yang mayoritas saja menjadi ekstrim, maka kelompok minoritas akan merasa terganggu eksistensinya. Mereka juga merasa harus membela agama mereka, sebagai akibat dari kesalah pahaman mereka tentang syariat Islam yang secara semena-mena dipaksakan oleh kelompok yang sudah tersebut di muka.
.
Hal ini, sebetulnya, telah diwanti-wanti oleh Allah. Dia berfirman:
.
وَلَا تَسُبُّوا الَّذِينَ يَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ فَيَسُبُّوا اللَّهَ عَدْوًا بِغَيْرِ عِلْمٍ
.
“Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan” (QS. Al An’am: 108).
.
Allah melarang kita beragama terlalu ekstrim hingga menghina sesembahan orang lain. Hal itu karena non muslim pun bisa menjadi ekstrim dan lebih kuat dalam menghina Allah. Kondisi timbal balik ini juga diwanti-wanti oleh Rasulullah. Tercatat dalam Kitab Adab dari Shohih Bukhari Hadits no. 5973 mengenai seseorang melaknat kedua orang tua orang lain dapat berdampak orang lain melaknat kita. Hadits tersebut tertulis:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنَّ مِنْ أَكْبَرِ
.
الْكَبَائِرِ أَنْ يَلْعَنَ الرَّجُلُ وَالِدَيْهِ، قِيلَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ وَكَيْفَ يَلْعَنُ الرَّجُلُ وَالِدَيْهِ؟ قَالَ: يَسُبُّ الرَّجُلُ أَبَا الرَّجُلِ
فَيَسُبُّ أَبَاهُ وَيَسُبُّ أُمَّهُ
"Dari Abdullah bin ‘Amru radhiyallahu ‘anhuma dia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya termasuk diantara dosa terbesar adalah seseorang melaknat kedua orang tuanya sendiri ."
.
"Beliau ditanya; “Bagaimana mungkin seseorang tega melaknat kedua orang tuanya?” Beliau menjawab: “Seseorang mencela (melaknat) ayah orang lain, kemudian orang tersebut membalas mencela ayah dan ibu orang yang pertama.” (H.R. Imam Bukhari)
.
Hadits tersebut jelas menerangkan bahwa pasti akan ada timbal balik dalam setiap sikap kita, yang mana sejalan dengan firman Allah di atas. Oleh karena itu, jangan heran, ketika banyak orang yang terang-terangan mendeklarasikan untuk memperjuangkan syariat, maka akan muncul kelompok yang menolak, menghina syariat, bahkan menghina pembawa dan pemilik syariat.
.
Hendaklah bersikap arif dalam mengemban perbedaan. Melaksanakan sunnah, jika caranya tidak sesuai sunnah, juga akan membuat masalah. Kondusivitas negara ini lebih penting, untuk masa ini, dari pada terus memperdebatkan peraturan mana yang paling baik dijalankan. Jika negara ini kacau karena hilang persatuan, maka akan menjadi mudahlah negara lain untuk datang menjajah.
.
Beragamalah secara teguh dan kuat ketika dalam kesendirian. Dalam keramaian, cukup membaur, agar dakwah menjadi mudah. Seperti mencabut rambut dari adonan tepung: halus, dan tidak terdeteksi. Agar tidak ada api yang tersulut. Agar perbedaan ini tetap menjadi indah.
Kontributor : Muhammad Ibnu Salamah
Editor : Muhammad Hafidh (Maspik)
Share This :
0 Comments